"Aad" adalah nama bapak suatu suku yang hidup di jazirah Arab di suatu tempat bernama "Al-Ahqaf" terletak di utara Hadramaut atr Yaman dan Umman dan termasuk suku yang tertua sesudah kaum Nabi Nuh serta terkenal dengan kekuatan jasmani dalam bentuk tubuh-tubuh yang besar dan kekar.

Mereka dikaruniai oleh Allah tanah yang subur dengan sumber-sumber airnya yang mengalir dari segala penjuru sehingga memudahkan mereka bercocok tanam untuk bahan makanan mereka, dan memperindah tempat tinggal mereka dengan kebun-kebun bunga yang indah. Berkat karunia Tuhan itu mereka hidup makmur, sejahtera dan bahagia serta dalam waktu yang singkat mereka berkembang biak dan menjadi suku yang terbesar diantara suku-suku yang hidup di sekelilingnya.

Sebagaimana dengan kaum Nabi Nuh as., kehidupan rohani suku Aad tidak mengenal Allah Yang Maha Kuasa Pencipta alam semesta. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama "Shamud" dan "Alhattar", itulah yang disembah sebagai tuhan mereka yang menurut kepercayaan mereka dapat memberikan kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Ajaran dan agama Nabi Idris dan Nabi Nuh sudah tidak berbekas dalam hati dan jiwa serta cara hidup mereka sehari-hari. Kenikmatan hidup yang mereka sedang tenggelam di dalamnya adalah berkat tanah yang subur dan melimpah ruah. Menurut anggapan mereka adalah karunia dan pemberian kedua berhala mereka yang mereka sembah. Karenanya mereka tidak putus-putus sujud kepada kedua berhala tersebut, mensyukurinya sambil memohon perlindungannya dari segala bahaya dan musibah berupa penyakit atau kekeringan.

Sebagai akibat dari aqidah yang sesat itu pergaulan hidup mereka menjadi dikuasai oleh tuntutan dan pimpinan iblis, di mana nilai-nilai moral dan akhlak tidak menjadi dasar penimbangan atau kelakuan dan tindak-tanduk seseorang, tetapi kebendaan dan kekuatan lahiriahlah yang menonjol sehingga timbul kerusuhan dan tindakan sewenang-wenang di dalam masyarakat di mana yang kuat menindas yang lemah yang besar memperkosa yang kecil dan yang berkuasa memeras yang di bawahnya. Sifat-sifat sombong, congkak, iri-hati, dengki, hasut dan benci-membenci yang didorong oleh hawa nafsu merajalela dan menguasai penghidupan mereka sehingga tidak memberi tempat kepada sifat-sifat belas kasihan, sayang-menyayangi, jujur, amanat dan rendah hati. Demikianlah gambaran masyarakat suku Aad tatkala Allah mengutuskan Nabi Hud sebagai nabi dan rasul kepada mereka.



Nabi Hud Berdakwah Di Tengah-tengah Sukunya

Sudah menjadi sunnah Allah sejak diturunkannya Adam ke bumi bahwa dari masa ke masa jika hamba-hamba-Nya sudah berada dalam kehidupan yang sesat dan sudah jauh menyimpang dari ajaran-ajaran agama yang dibawa oleh Nabi-nabi-Nya maka diutuslah seorang Nabi atau Rasul yang bertugas untuk menyegarkan kembali ajaran-ajaran nabi-nabi yang sebelumnya, mengembalikan masyarakat yang sudah tersesat ke jalan lurus dan benar serta mencuci bersih jiwa manusia dari segala takhayul dan syirik, menggantinya dan mengisinya dengan iman tauhid serta aqidah yang sesuai dengan fitrah.

Demikianlah maka kepada suku Aad yang telah dimabukkan oleh kesejahteraan hidup dan kenikmatan duniawi sehingga tidak mengenal Tuhannya yang mengaruniai itu semua. Diutuskan kepada mereka Nabi Hud, yaitu seseorang daripada suku mereka sendiri dari keluarga yang terpandang dan berpengaruh, terkenal sejak kecilnya dengan kelakuan yang baik budi pekerti yang luhur dan sangat bijaksana dalam pergaulan dengan kawan-kawannya.
Nabi Hud memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya suku Aad kepada tanda-tanda wujudnya Allah yang berupa alam sekeliling mereka dan bahwa Allah yang menciptakan mereka semua dan mengaruniai mereka dengan segala kenikmatan hidup yang berupa tanah yang subur, air yang mengalir serta tubuh-tubuhan yang tegak dan kuat. Dialah yang seharusnya mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka buat sendiri. Mereka sebagai manusia adalah makhluk Tuhan paling mulia yang tidak sepatutnya merendahkan diri untuk sujud menyembah batu-batu yang sewaktu-waktu dapat mereka hancurkan sendiri dan memusnahkannya dari pandangan.

Diterangkan oleh Nabi Hud bahaw adia adalah pesuruh Allah yang diberi tugas untuk membawa mereka ke jalan yang benar beriman kepada Allah yang menciptakan mereka, menghidupkan dan mematikan mereka, memberi rezeki atau mencabutnya dari mereka. Ia tidak mengharapkan upah dan menuntut balas jasa atas usahanya memimpin dan menuntut mereka ke jalan yang benar. Ia hanya menjalankan perintah Allah dan memperingatkan mereka bahwa jika mereka tetap menutup telinga dan mata mereka menghadapi ajakan dan dakwahnya maka mereka akan ditimpa azab dan dibinasakan oleh Allah sebagaimana terjadinya atas kaum Nuh yang mati binasa tenggelam dalam air bah akibat kecongkakan dan kesombongan mereka menolak ajaran dan dakwah Nabi Nuh seraya bertahan pada pendirian dan kepercayaan mereka kepada berhala dan patung-patung yang mereka sembah dan puja dahulu.

Bagi kaum Aad seruan dan dakwah Nabi Hud itu merupakan barang yang tidak pernah mereka dengar. Mereka melihat bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu akan mengubah sama sekali cara hidup mereka dan membongkar peraturan dan adat istiadat yang telah mereka kenal dan warisi dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa heran bahwa seorang dari suku mereka sendiri telah berani berusaha merombak tata cara hidup mereka dan menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru yang mereka tidak kenal serta tidak dapat dimengerti dan diterima oleh akal pikiran mereka. Dengan serta-merta maka ditolaklah oleh mereka dakwah Nabi Hud itu dengan berbagai alasan dan tuduhan kosong terhadap diri beliau serta ejekan-ejekan dan hinaan yang diterimanya dengan kepala dingin dan penuh kesabaran.

Berkatalah kaum Aad kepada Nabi Hud, "Wahai Hud! Ajaran dan agama apakah yang engkau hendak anjurkan kepada kami? Engkau ingin agar kami meninggalkan persembahan kami kepada tuhan-tuhan kami yang berkuasa ini dan menyembah Tuhanmu yang tidak dapat kami jangkau dengan pancaindera kami dan Than yang menurut katamu tidak bersekutu. Cara persembahan yang kami lakukan ini adalah yang telah kami warisi dari nenek moyang kami dan kami tidak akan meninggalkannya bahkan sebaliknya engkaulah yang seharusnya kembali kepada aturan nenek moyangmu serta jangan mencederai kepercayaan dan agama mereka dengan membawa suatu agama baru yang tidak dikenal oleh mereka dan tentu tidak akan direstuinya."

"Wahai kaumku!" jawab Nabi Hud, "Sesungguhnya Tuhan yang aku serukan ini kepada kamu untuk menyembah-Nya, walaupun kamu tidak dapat menjangkau-Nya dengan pancainderamu namun kamu dapat melihat dan merasakan wujudnya dalam diri kamu sendiri sebagai ciptaannya dan dalam alam semesta yang mengelilingimu beberapa langit dengan matahari bulan dan bintang-bintangnya bumi dengan gunung-gunungnya, sungai, tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang yang kesemuanya dapat bermanfaat bagi kamu sebagai manusia. Dan menjadikan kamu dapat menikmati kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Tuhan itulah yang harus kamu sembah dan menundukkan kepala kamu kepada-Nya.Tuhan Yang Maha Esa tiada sekutu, tidak beranak dan tidak diperanakan yang walaupun kamu tidak dapat menjangkau-Nya dengan pancainderamu, Dia dekat daripada kamu, mengetahui segala gerak-gerik dan tingkah lakumu, mengetahui isi hatimu, denyut jantung dan jalan pikiranmu. Tuhan itulah yang harus disembah oleh manusia dengan kepercayaan penuh kepada keesaan-Nya dan kekuasaan-Nya, dan bukan patung-patung yang kamu pahat dan ukir dengan tangan kamu sendiri kemudian kamu sembah sebagai tuhan padahal ia suatu barang yang mati dan tidak dapat berbuat sesuatu yang menguntungkan atau merugikan kamu. Alangkah bodohnya dan dangkalnya pikiranmu jika kamu tetap mempertahankan agamamu yang sesat itu untuk menolak ajaran dan agama yang telah diwahyukan kepadaku oleh Allah Tuhan Yang Maha Esa itu."

"Wahai Hud!" jawab kaumnya, "Gerangan apakah yang menjadikan engkau berpandangan dan berpikiran lain daripada yang sudah menjadi pegangan hidup kami sejak dahulu kala dan menjadikan engkau meninggalkan agama nenek moyangmu sendiri bahkan sehingga engkau menghina dan merendahkan martabat tuhan-tuhan kami, membodohi kami dan menganggap kami berakal sempit serta berpikiran dangkal? Engkau mengaku bahwa engkau terpilih menjadi rasul pesuruh oleh Tuhanmu untuk membawa agama dan kepercayaan baru kepada kami serta mengajak kami keluar dari jalan yang sesat menurut pengakuanmu ke jalan yang benar dan lurus. Kami merasa heran dan tidak dapat menerima oleh akal kami sendiri bahwa engkau telah dipilih menjadi pesuruh Tuhan. Apakah kelebihan kamu diatas seseorang daripada kami? Engkau tidak lebih tidak kurang adalah seorang manusia biasa seperti kami, hidup, makan, minum, dan tidur tiada bedanya dengan kami, mengapa engkau yang dipilih oleh Tuhanmu? Sungguh engkau menurut anggapan kami seorang pendusta besar atau mungkin engkau berpikiran tidak sehat terkena kutukan tuhan-tuhan kami yang selalu engkau ejek dan cemoohi."

"Wahai kaumku!" jawab Nabi Hud, "aku bukanlah seorang pendusta dan pikiranku tetap waras dan sehat, tidak kurang sesuatupun, dan ketahuilah bahwa patung-patung yang kamu pertuhankan itu tidak dapat mendatangkan sesuatu gangguan atau penyakit bagi badan atau pikiranku. Kamu kenal aku, sejak lama aku hidup di tengah-tengah kamu bahwa aku tidak pernah berdusta dan bercakap bohong dan sepanjang pergaulanku dengan kamu tidak pernah terlihat pada diriku tanda-tanda ketidakwajaran perlakuanku, atau tanda-tanda yang meragukan kewarasan pikiran dan kesempurnaan akalku. Aku adalah benar pesuruh Allah yang diberi amanat untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang sudah tersesat karena pengaruh ajaran iblis, dan sudah jauh menyimpang dari jalan yang benar yang diajarkan oleh nabi-nabi terdahulu karena Allah tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya terlalu lama terlantar dalam kesesatan dan hidup dalam kegelapan tanpa diutuskan seorang rasul yang menuntun mereka ke jalan yang benar dan penghidupan yang diridhai-Nya. Maka percayalah kamu kepadaku, gunakanlah akal pikiranmu, beriman dan bersujudlah kepada Allah Tuhan seru sekalian alam. Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan langit dan bumi, menurunkan hujan yang menyuburkan tanah ladangmu, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang meneruskan hidupmu. Menyembahlah kepada-Nya dan mohonlah ampun atas segala perbuatan salah dan tindakan sesatmu, agar Dia menambah rezekimu dan kemakmuran hidupmu serta terhindarlah kamu dari azab dunia sebagaimana yang telah dialami oleh kaum Nuh dan kelak azab di akhirat. Ketahuilah bahwa kamu akan dibangkitkan kembali kelak dari kubur dan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatan kamu di dunia ini dan diberi ganjaran sesuai dengan amalanmu, yang baik dan shaleh mendapat ganjaran baik, dan yang hina dan buruk akan diganjarkan dengan api neraka. Aku hanya menyampaikan risalah Allah kepada kamu dan dengan ini telah memperingati kamu akan akibat yang akan menimpa kepada dirimu jika kamu tetap mengingkari kebenaran dakwahku."

Kaum Aad menjawab, " Kami bertambah yakin dan tidak ragu lagi bahwa engkau telah mendapat kutukan tuhan-tuhan kami sehingga menyebabkan pikiran kamu kacau dan akalmu berubah menjadi sinting. Engkau telah mengucapkan kata-kata yang tidak masuk akal bahwa jika kami mengikuti agamamu, akan bertambah rezeki dan kemakmuran hidup kami dan bahwa kami akan dibangkitkan kembali dari kubur kami dan menerima segala ganjaran atas segala amalan kami. Adakah mungkin kami akan dibangkitkan kembali dari kubur kami setelah kami mati dan menjadi tulang-belulang. Dan apakah azab dan siksaan yang engkau selalu menakut-nakuti dan mengancamkannya kepada kami? Semua ini kami anggap ancaman kosong belaka. Ketahuilah bahwa kami tidak akan menyerah kepadamu dan mengikuti ajaranmu karena bayangan azab dan siksa yang engkau bayang-bayangkan kepada kami, bahkan kami menantang kepadamu datangkanlah apa yang engkau janjikan dan ancamkan itu jika engkau betul-betul benar dalam kata-katamu dan bukan seorang pendusta."
"Baiklah!" jawab Nabi Hud, "Jika kamu meragukan kebenaran kata-kataku dan tetap berkeras kepala tidak menghiraukan dakwahku dan meninggalkan persembahanmu kepada berhala-berhala itu maka tunggulah saatnya tiba pembalasan dari Tuhanku dimana kamu tidak akan dapat melepaskan diri dari bencananya. Allah menjadi saksiku bahwa aku telah menyampaikan risalah-Nya dengan sepenuh tenagaku kepadamu dan akan tetap berusaha sepanjang hayat kandung badanku memberi penerangan dan tuntunan kepada jalan yang baik yang telah digariskan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya."



Pembalasan Allah Atas Kaum Aad

Pembalasan Tuhan terhadap kaum Aad yang kafir dan tetap membangkang itu diturunkan dalam dua tahap. Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang-ladang dan kebun-kebun mereka, sehingga menimbulkan kecemasan dan kegelisahan, kalau-kalau mereka tidak memperolehi hasil dari ladang-ladang dan kebun-kebunnya seperti biasanya. Dalam keadaan demikian Nabi Hud as. masih berusaha meyakinkan mereka bahwa kekeringan itu adalah suatu permulaan siksaan dari Allah yang dijanjikan dan bahwa Allah masih memberi kesempatan kepada mereka untuk sadar akan kesesatan dan kekafiran mereka agar kembali beriman kepada Allah dengan meninggalkan persembahan mereka yang batil kemudian bertaubat dan memohon ampun kepada Allah agar segera turun hujan kembali dengan lebat serta terhindar dari bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum mau percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah janji kosong belaka. Mereka bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan dari musibah yang mereka hadapi.

Tentangan mereka terhadap janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud segera mendapat jawaban dengan datangnya pembalasan tahap kedua, yang dimulai dengan terlihatnya gumpalan awan dan mega hitam yang tebal di atas mereka yang mana mereka sambut dengan sorak-sorai gembira, karena mereka kira bahwa hujan akan segera turun membasahi ladang-ladang dan menyirami kebun-kebun mereka yang sedang mengalami kekeringan. Melihat sikap kaum Aad yang sedang bersuka ria itu berkatalah Nabi Hud dengan nada mengejek, "Mega hitam itu bukanlah awan rahmat bagi kamu tetapi awan yang akan membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah yang telah kujanjikan dan yang sudah kamu nanti-nanti untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dustai.

Sejurus kemudian menjadi kenyataanlah apa yang dikatakan oleh Nabi Hud itu bahwa bukannya hujan yang turun dari awan tebal itu tetapi angin topan yang dahsyat dan kencang disertai bunyi gemuruh yang mencemaskan yang telah merusakkan bangunan-bangunan rumah dari dasarnya. Berterbangan semua perabot-perabot dan harta benda, serta melempar jauh binatang-binatang ternak. Keadaan kaum Aad menjadi panik, mereka berlari kesana-kesini, hilir-mudik mencari perlindungan. Suami tidak tahu dimana istrinya berada dan ibu juga kehilangan anaknya, sedangkan rumah-rumah menjadi sama rata dengan tanah. Bencana angin topan itu berlangsung selama delapan hari tujuh malam sehingga menyapu bersih kaum Aad yang congkak dan menamatkan riwayatnya dalam keadaan yang menyedihkan untuk menjadi pelajaran serta ibrah bagi umat-umat yang akan datang.

Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah dari bencana yang menimpa kaumnya, dengan tenang seraya melihat keadaan kaumnya yang kacau balau, mendengar gemuruhnya angin dan bunyi pohon-pohon dan bangunan-bangunan yang berjatuhan serta teriakan dan tangisan orang yang meminta tolong dan mohon perlindungan. Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan tanah "Al-Ahqaf" sudah menjadi sunyi-senyap dari kaum Aad pergilah Nabi Hud meninggalkan tempatnya untuk hijrah ke Hadramaut, dimana dirinya tinggal dan menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan disana. Hingga saat ini makamnya yang terletak di atas sebuah bukit di suatu tempat lebih kurang 50 km dari kota Siwun sering dikunjungi para peziarah yang datang beramai-ramai dari sekitar daerah itu, terutama di bulan Syaban pada setiap tahun.



Kisah Nabi Hud Dalam Al-Qur'an

Kisah Nabi Hud as. diceritakan hingga 68 ayat dalam 10 surat, diantaranya surat "Hud" ayat 50 sampai dengan 60, surat "Al-Mukminun" ayat 31 sampai dengan 41, surat "Al-Ahqaaf" ayat 21 sampai dengan 26, dan surat "Al-Haaqqah" ayat 6 ,7 dan 8.



Pelajaran Dari Kisah Nabi Hud as.

Nabi Hud telah memberi contoh dan sistem yang baik yang patut ditiru dan diikuti oleh juru dakwah dan ahli penerangan agama. Beliau menghadapi kaumnya yang sombong dan keras kepala itu dengan penuh kesabaran, ketabahan dan kelapangan dada. Ia tidak sesekali membalas ejekan dan kata-kata kasar mereka dengan serupa tetapi menolaknya dengan kata-kata yang halus yang menunjukkan bahwa beliau dapat menguasai emosinya dan tidak sampai kehilangan akal atau kesabaran.

Nabi Hud tidak marah dan tidak gusar ketika kaumnya mengejek dengan menuduhnya telah menjadi gila dan sinting. Ia dengan lemah lembut menolak tuduhan dan ejekan itu dengan hanya mengatan, "Aku tidak gila dan bahwa tuhan-tuhanmu yang kamu sembah tidak dapat menggangguku atau mengganggu pikiranku sedikitpun tetapi aku ini adalah rasul pesuruh Allah kepadamu dan betul-betul aku adalah seorang penasihat yang jujur bagimu, menghendaki kebaikan dan kesejahteraan hidupmu dan agar kamu terhindar dan selamat dari azab serta siksa Allah di dunia maupun di akhirat."

Dalam berdialog dengan kaumnya Nabi Hud selalu berusaha mengetok hati nurani mereka dan mengajak mereka berpikir secara rasional, menggunakan akal pikiran yang sehat dengan memberikan bukti-bukti yang dapat diterima oleh akal mereka tentang kebenaran dakwahnya dan kesesatan jalan mereka. Namun hidayah itu adalah dari Allah, Dia akan memberinya kepada siapa yang Dia kehendakinya.



Sumber : http://kisah25nabi.blogspot.com/2007/12/nabi-huud-as.html


Hud (Bahasa Arab هود , Aubir, Ubayr, Neber) (sekitar 2450-2320 SM) adalah seorang nabi yang diutus untuk Kaum 'Ad yang tinggal di al-Ahqaf, Rubu' al-Khali-Yaman. Hud dikenal dalam ajaran agama Islam, Yahudi dan Kristen. Dalam kitab Perjanjian Lama dikenal sebagai Eber. Namanya disebutkan sebanyak 7 kali dalam Al-Quran. Umat Muslim percaya bahwa Nabi Hud hidup sekitar 150 tahun dan diutus menjadi rasul pada tahun 2400 SM. Diriwayatkan ia wafat di Timur Hadhramaut, Yaman. 

Genealogi

Hud bin Abdullah bin Ribah bin Khulud bin Ad bin Aus bin Irim bin Syam bin Nuh. Ia menikahi seorang wanita yang bernama Melka binti Madai bin Japeth (Yafas).

Kisah Hud

Nabi Hud merupakan keturunan dari suku 'Aad (عاد), suku yang hidup di jazirah Arab, disuatu tempat bernama Al-Ahqaf yang terletak di utara Hadramaut antara Yaman dan Oman. Mereka adalah kaum penyembah berhala bernama Shamud, Shada, dan al-Haba. Mereka termasuk suku yang tertua sesudah kaum Nuh. Mereka dikaruniai oleh Allah (الله‎) tanah yang subur, dengan sumber-sumber air yang memudahkan mereka bercocok tanam.

Sebagaimana dengan kaum Nabi Nuh (نوح), kaum Hud, yaitu suku 'Aad tidak mengenal Allah sebagai Tuhannya. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama Shamud dan Alhattar dan itu yang disembah sebagai tuhan mereka yang menurut kepercayaannya dapat memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Ajaran dan agama Nabi Idris a.s. (إدريس) dan Nabi Nuh a.s. (نوح) sudah tidak dijalankan lagi.

Dakwah

Nabi Hud memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya suku 'Aad kepada tanda-tanda wujudnya Allah yang berupa alam sekitar mereka dan bahwa Allah-lah yang menciptakan mereka semua dan mengaruniakan mereka dengan segala kenikmatan hidup. Dia-lah yang seharusnya mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka buat sendiri.

Diterangkan oleh Nabi Hud bahwa dia adalah pesuruh Allah yang diberi tugas untuk membawa mereka ke jalan yang benar, beriman kepada Allah yang menciptakan mereka serta menghidupkan dan mematikan mereka, memberi rezeki atau mencabutnya dari mereka. Ia tidak mengharapkan upah dan menuntut balas jasa atas usahanya memimpin dan menuntun mereka ke jalan yang benar. Ia hanya menjalankan perintah Allah dan memperingatkan mereka bahwa jika mereka tetap menutup telinga dan mata mereka, mengingatkan perihal kaum Nabi Nuh yang ditimpa azab Allah serta meminta mereka untuk berhenti dari menyembah berhala.

Bagi kaum 'Aad, seruan dan dakwah Nabi Hud itu merupakan sesuatu yang tidak pernah mereka dengar ataupun duga. Mereka melihat bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu akan mengubah cara hidup mereka dan membongkar peraturan dan adat istiadat yang telah mereka kenal dan warisi dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa heran bahwa seorang dari suku mereka sendiri telah berani berusaha merombak tatacara hidup mereka dan menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru yang mereka tidak kenal dan tidak dapat dimengerti dan diterima oleh akal pikiran mereka.

Pembalasan Allah atas Kaum 'Aad

Pembalasan Tuhan terhadap kaum 'Aad yang kafir dan tetap membangkang itu diturunkan dalam dua tahap. Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang dan kebun mereka. Dalam keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan mereka bahwa kekeringan itu adalah suatu permulaan siksaan dari Allah yang dijanjikan dan bahwa Allah masih memberi kesempatan kepada mereka untuk sadar akan kesesatan dan kekafiran mereka dan kembali beriman kepada Allah dengan meninggalkan persembahan mereka yang batil untuk kemudian bertaubat dan memohon ampun kepada Allah agar segera hujan turun kembali dan menghindari mereka dari bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum mau percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah janji kosong. Mereka bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan dari musibah yang mereka hadapi.

Tentangan mereka terhadap janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud segera mendapat jawaban dengan datangnya pembalasan tahap kedua yang dimulai dengan terlihatnya gumpalan awan dan mega hitam yang tebal diatas mereka yang disambutnya dengan sorak-sorai gembira, karena mengira bahwa hujan akan segera turun membasahi ladang dan menyirami kebun mereka yang sedang mengalami kekeringan. Melihat sikap kaum 'Aad yang sedang bersuka ria itu berkatalah Nabi Hud dengan nada mengejek: Mega hitam itu bukanlah mega hitam dan awan rahmat bagi kamu tetapi mega yang akan membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah yang telah kujanjikan dan kamu ternanti-nanti untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dusta.

Sejurus kemudian menjadi kenyataanlah apa yang diramalkan oleh Nabi Hud itu bahwa bukan hujan yang turun dari awan yang tebal itu tetapi angin topan yang dahsyat dan kencang disertai bunyi gemuruh yang mencemaskan yang telah merusakkan bangunan rumah dari dasarnya, membawa berterbangan semua perabotan dan harta benda serta melempar jauh binatang-binatang ternak. Keadaan kaum 'Aad menjadi panik, mereka berlari kesana-sini, hilir-mudik mencari perlindungan.

Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah dari bencana yang menimpa kaumnya. Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan tanah Al-Ahqaf sudah menjadi sunyi senyap dari kaum 'Aad pergilah Nabi Hud meninggalkan tempatnya berhijrah ke Hadramaut, dimana ia tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan di sana. Hingga sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah bukit, di suatu tempat lebih kurang 50 km dari kota Siwun selalu dikunjungi para peziarah yang datang dari sekitar daerah itu, terutama pada bulan Syaaban.

Kisah Hud dalam Al-Qur'an

Kisah Nabi Hud diceritakan dalam 68 ayat dari 10 surah yang di antaranya adalah Surat Hud, ayat 50 hingga 60, Surat Al Mu’minuun ayat 31 sehingga ayat 41 , Surat Al Ahqaaf ayat 21 sehingga ayat 26 dan Surat Al Haaqqah ayat 6 ,7 dan 8. Berikut adalah rincian kisah Nabi Hud disurat-surat yang lain:
  • Kaum 'Aad membangun tanah mereka: 7:69,26:128–129, 26:133–134, 41:15 89:7–8
  • Dakwah Nabi Hud: 7:65–72, 11:50–57,23:32 26:124–127, 26:131–132, 26:135, 46:21–23
  • Tantangan untuk Nabi Hud: 7:66–67,11:53–5514:9,26:123,26:136–137 38:12, 46:21, 50:13, 54:18
  • Pembinasaan terhadap kaum 'Aad: 7:72, 11:58, 11:89, 23:41, 25:38, 26:139, 29:38, 29:40, 40:31, 41:13, 41:16, 46:24–25, 51:41–42, 53:50, 54:19–20, 69:6–8, 89:6

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Hud