Pada zaman dahulu hiduplah dua orang jendral perang besar, Cyrus dan Cagular.
Cyrus adalah raja Persia yang terkenal. Sedangkan Cagular
adalah kepala suku yang terus-menerus melakukan perlawanan terhadap
serbuan pasukan Cyrus, yang bertekat menguasai Persia.
Pasukan Cagular mampu merobek-robek kekuatan tentara Persia sehingga
membuat berang Cyrus karena ambisinya untuk menguasai perbatasan daerah
selatan menjadi gagal. Akhirnya, Cyrus mengumpulkan seluruh kekuatan
pasukannya, mengepung daerah kekuasaan Cagular dan berhasil menangkap
Cagular beserta keluargnya. Mereka lalu dibawa ke ibu kota kerajaan
Persia untuk diadili dan dijatuhi hukuman.
Pada hari pengadilan, Cagular dan istrinya dibawa ke sebuah ruangan
pengadilan. Kepala suku itu berdiri menghadapi singgasana, tempat Cyrus
duduk dengan perkasanya. Cyrus tampak terkesan dengan Cagular. Ia tentu
telah mendengar banyak tentang kegigihan Cagular.
“Apa yang akan kau lakukan bila aku menyelamatkan hidupmu?” tanya sang kaisar.
“Yang mulia,” jawab Cagular, “Bila Yang Mulia menyelamatkan hidup
hamba, hamba akan kembali pulang dan tunduk patuh pada Yang Mulia
sepanjang umur hamba."
“Apa yang akan kau lakukan bila aku menyelamatkan hidup istrimu?” tanya
Cyrus lagi. “Yang mulia, bila Yang Mulia menyelamatkan hidup istri
hamba, hamba bersedia mati untuk Yang Mulia,” jawab Cagular.
Cyrus amat terkesan dengan jawaban dari Cagular. Lalu ia membebaskan
Cagular dan istrinya. Bahkan ia mengangkat Cagular menjadi gubernur yang
memerintah di provinsi sebelah selatan.
Pada perjalanan pulang, Cagular dengan penuh antusias bertanya pada
istrinya, “Istriku, tidakkah kau lihat pintu gerbang kerajaan tadi?
Tidakkah kau lihat koridor ruang pengadilan tadi? Tidakkah kau lihat
kursi singgasana tadi? Itu semuanya terbuat dari emas murni! Gila!"
Istri Cagular terkejut mendengar pertanyaan suaminya, tetapi ia menyatakan, “Aku benar-benar tidak memperhatikan semua itu."
“Oh begitu!” tanya Cagular terheran-heran, “Aneh, lalu apa yang kau lihat tadi?"
Istri Cagular menatap mata suaminya dalam-dalam. Lalu ia berkata, “Aku
hanya melihat wajah seorang pria yang mengatakan bahwa ia bersedia mati
demi hidupku."
***Udah segitu doang ceritanya.***
Apakah Kamu tahu demi apa Kamu mati? Demi kekasih Kamu? Rumah? Negara?
Keyakinan? Kebebasan? Cinta? Tentukan demi apa Kamu bersedia untuk
mati,dan Kamu pun akan menemukan demi apa Kamu hidup. Hiduplah demi
sesuatu yang Kamu bersedia untuk berkorban, bahkan mati pun rela, maka
Kamu akan hidup dengan penuh kebanggaan. Kamu pun akan menemukan
bagaimana Kamu bisa berbahagia.
Jangan lupa dikata-katain ya, biar kamu senang, hmm ... o_o